Ketika singa menjadikan dirinya raja para binatang, dia ingin dikenal karena keadilannya. Maka dia meninggalkan kebiasaan lamanya dan puas dengan makanan terbatas seperti binatang lainnya, bertekad untuk menegakkan keadilan dengan jujur.
Namun seiring waktu, tekad singa mulai goyah. Karena tidak bisa melawan sifat alaminya, dia mulai memanggil beberapa binatang secara diam-diam dan bertanya apakah napasnya bau atau tidak.
Itu adalah strategi licik: binatang yang menjawab napasnya bau maupun yang mengatakan tidak bau, semuanya tetap dibunuh. Dengan begitu, singa bisa memuaskan nafsunya.
Setelah membunuh banyak binatang dengan cara ini, singa menoleh ke monyet dan bertanya bagaimana bau napasnya. Monyet berseru bahwa napas singa harum seperti kayu manis, bak altar para dewa.
Singa merasa malu membunuh yang memujinya begitu manis. Jadi dia mengubah taktik dan menipu monyet dengan siasat baru. Singa pura-pura sakit.
Para dokter segera datang, tentu saja. Saat memeriksa pembuluh darah singa dan mendapati nadi normal, mereka menyuruhnya makan makanan ringan untuk meredakan mual.
"Raja boleh makan apa saja," akui singa. "Dan aku belum pernah mencoba daging monyet... Aku ingin merasakannya."
Tak lama berselang, monyet yang terlalu patuh itu segera dibunuh agar singa bisa menyantapnya saat itu juga.